MEMBANGKITKAN EKONOMI NON-RIBAWI
Oleh : Rohmanur Aziz
Merespon bahasan materi ahad kebersamaam 1 Agustus 2010 oleh Ustadz Yayan Supriatna tentang praktik rentenir atau ribawi yang marak saat ini, saya ingin menyampaikan bahwa riba bukan hanya persoalan umat Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba. Hampir semua agama setuju bahwa praktek riba itu merugikan dan harus disingkirkan.
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 : ...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.... Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti. berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya. dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya. yaitu bila akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam. berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya. maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. contoh nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapat oleh pihak bank.
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua.Yaitu riba hutang-piutang dan riba jual-beli.Riba hutang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasi’ah.
• Riba Qardh yaitu: suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).
• Riba Jahiliyyah yaitu: hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
• Riba Fadhl yaitu: pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
• Riba Nasi’ah yaitu: penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
Tradisi Berhutang
Tidak ada keraguan lagi bahwa menghutangkan harta kepada orang lain merupakan perbuatan terpuji yang dianjurkan syariat, dan merupakan salah satu bentuk realisasi dari hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang melapangkan seorang mukmin dari kedukaan dunia, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan melapangkan untuknya kedukaan akhirat”. Para ulama mengangkat permasalahan ini, dengan memperbandingkan keutamaan antara menghutangkan dengan bersedekah. Manakah yang lebih utama? Sekalipun kedua hal tersebut dianjurkan oleh syariat, akan tetapi dalam sudut kebutuhan yang dharurat, sesunggguhnya orang yang berhutang selalu berada pada posisi terjepit dan terdesak, sehingga dia berhutang. Sehingga menghutangkan disebut lebih utama dari sedekah, karena yang seseorang yang diberikan pinjaman hutang, orang tersebut pasti membutuhkan. Adapun bersedekah, belum tentu yang menerimanya pada saat itu membutuhkannya. Ibnu Majah meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau berkata kepada Jibril: “Kenapa hutang lebih utama dari sedekah?” Jibril menjawab,”Karena peminta, ketika dia meminta dia masih punya. Sedangkan orang yang berhutang, tidaklah mau berhutang, kecuali karena suatu kebutuhan”. Akan tetapi hadits ini dhaif, karena adanya Khalid bin Yazid ad Dimasyqi.
Jelaslah nampak bahwa praktik ribawi dalam hutang piutang lebih banyak madlorot-nya daripada manfaat-nya. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk menanggulangi masalah ini. Menanggapi gejala penyakit sosial ini, Pengurus RW, RT, DKM, dan sesepuh Griya Utama Rancaekek akan mengajak kepada seluruh warga untuk:
1. Bersatupadu untuk keluar dari praktik ribawi dan membangun sebuah sistem ekonomi syari’ah di level Rukun Warga 34 dengan turut menjadi anggota koperasi syari’ah yang rencananya akan segera diwujudkan.
2. Membangun kesadaran bahwa peduli pada diri sendiri, keluarga, lingkungan dan ketetanggaan itu penting terutama terkait dengan kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat baik yang sifatnya jasmaniyah maupun ruhaniyah.
3. Mewujudkan sikap ikhlas dan tunduk pada perintah agama untuk tidak terjebak pada praktik ribawi.
Wallohu a’ lam
( Penulis adalah Ketua DKM AL Mu'minuun Perum Griya Utama Rancaekek - Bandung )
Senin, 02 Agustus 2010
Selasa, 18 Agustus 2009
17 Agustus - an
17 Agustus-an dalam Kenangan Penulis
Malam sebelum tanggal 17 Agustus, Ema ( nenek ) sibuk di pawon (dapur) membuat ketupat atau buras isi oncom dengan lauk nya : goreng tempe, rangginang, telor rebus, dsb., makanan yang cukup mewah saat itu.“Kita akan makan-makan di Dayeuh, sambil melihat pawai Agustus-an“, Ema coba menjelaskan pada penulis yang masih kecil saat itu.
Pagi sekali warga : bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak, remaja, dewasa, sampai orang yang sudah tua, berkumpul di halaman Bale Desa. Berbaris rapi mengiringi beberapa Jampana yang dihiasi bendera merah putih, makanan tradisional, dan hasil bumi : ikatan padi, ketela, buah-buahan, syauran, dsb.
Kesenian tradisional yang ada di Desa pun ikut pawai mengiringi Jampana : ada reog, pencak silat, calung, dan yang lainnya. Beberapa orang berpakaian seolah pejuang kemerdekaan dengan senjata bambu runcing di tangan, bedog (golok) di pinggang, ikat kepala merah putih, ada yang berpakaian pangsi, ada juga yang bertelanjang dada. Beberapa lagi berpakaian seolah Tentara Pejuang lengkap dengan topi baja dari buah berenuk, dan senapan yang dibuat dari kayu. Beberapa pemuda menunjukkan ketengkasannya mengikuti pawai menggunakan ‘jujungkungan’ dari bambu.
Iring-iringan Jampana dari setiap Desa bergerak menuju ‘ Dayeuh’ (alun-alun Kecamatan)dan ketika bertemu dengan desa lainnya iring-iringan pun bertambah panjang, berurut tertib dan menjadi carnaval yang sangat meriah.
Iring-iringan Jampana dari setiap Desa berkumpul, tumpah ruah di alun-alun Kecamatan untuk mengikuti dengan khidmat Upacara Pengibaran BenderaMerah Putih dan mengheningkan cipta bagi para pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Bagi penulis yang masih anak-anak, juga anak-anak seusia lainnya, Agustus-an merupakan saat yang dinantikan karena saat itu ada kemeriahan, banyak makanan dan hiburan sebagai ekspresi kegembiraan atas Kemerdekaan Republik Indonesia.
Itulah kemeriahan HUT RI yang penulis kenang semasa anak-anak di sebuah Desa di kaki Gunung Cakrabuana. Kenangan apakah yang akan kita berikan kepada anak-anak dan generasi penerus kita dalam memperingati HUT RI dan dalam menanamkan niai-nilai perjuangan Para Pahlawan ?
Rancaekek, Agustus 2009
Minggu, 14 Juni 2009
Tidak Ada yang Tidak BIsa

KARMAKA SURJAUDAJA
Tidak Ada yang Tidak Bisa
Penulis : Dahlan Iskan
Penerbit : Jaring Pena
Tebal : 279 halaman
"Tidak Ada yang Tidak Bisa," sepertinya judul yang berlebihan apabila tidak membaca isinya. Bahasa yang lancar dan mudah dicerna membuat kita tidak perlu membaca ulang buku ini untuk menagkap isi dan memahaminya.
Perjalanan hidup Karmaka Surjaudaja dari mulai bayi sepuluh bulan sampai kini berusia 74 tahun. Perjalanan yang cukup panjang penuh dengan perjuangan, pengorbanan, air mata, dan darah, bahkan hampir merenggut nyawanya.
Kerja keras, kesungguhan, kejujuran, dan iklas adalah kunci kesuksesan. Hal itulah yang dilakukan Karmaka Surjaudaja dalam hidupnya sehingga berhasil menyelamatkan NISP dan membesarkannya menjadi masuk jajaran sepuluh besar Bank Swasta di Indonesia.
Tidak mudah memang untuk menjadi orang sukses, namun juga bukan hal yang mustahil untuk mendapatkannya dan kita berhak mendapatkannya apabila bersungguh-sungguh mengupayakannya.
Bagi saya buku ini sedikit mengungkap tabir " Tuntutlah ilmu walaupun harus (sampai) ke Negeri Cina".
Walaupun banyak pertolongan Tuhan, namun buku ini menggambarkan bahwa : "Tuhan tidak akan merobah nasib (suatu kaum/seseorang), sehingga kaum/seseorang itu sendiri berusaha mengubahnya. "
Tentang buku ini, ada dua hal yang tidak penting , namun saya igin mencatatnya :
1. Tanpa kehilangan makna, barangkali buku ini dapat dibuat menjadi Novel yang bagus
2. Apabila saya tidak sedikitpun mengetahui Karmaka Surjaudaja dan tidak sering bersinggungan
dengan NISP, barangkali saya akan bingung ketika membaca cover belakang buku ini, untuk
menentukan buku mana yang akan saya pilih : apakah buku ini yang ditulis oleh Dahlan Iskan atau
Buku-buku Dahlan Iskan sendiri ? ( hal ini tidak akan membinggungkan apabila saya dapat membeli
semuanya )
Selasa, 09 Juni 2009
Mengolah "Ide" menjadi Tulisan Menarik

Anggapan tersebut tidak benar dan harus kita buang jauh-jauh. Semua hal dapat menjadi ide untuk sebuah bahkan beberapa tulisan dan sebuah tulisan tidak harus berasal dari ide yang besar.
Pengetahuan/Informasi/Kejadian sehari-hari, Pengalaman pribadi, Pengalaman/Cerita orang lain, dan Imajinasi atau gabungan dari hal-hal tesebut dapat menjadi sumber berlimpah untuk menulis.
Pertanyaannya adalah : Bagaimana ide tersebut dapat dituangkan dalam tulisan yang menarik ?
Jawabannya : Menulislah !, dan terus berlatih menulis !.
Kembangkan imajinasi, perbanyak referensi dengan banyak membaca karya orang lain.
Saya cukup terkejut ketika pembicara menginformasikan bahwa Roayalti yang paling banyak menghasilkan uang adalah Royalti Klip ( penjepit ).
Klip, ide dan barangnya sederhana saja, namun banyak guna. Barangkali kita sepakat klip paling akrab dan banyak digunakan dalam tulis-menulis untuk menjepit kertas.
Klip, sebuah ide sederhana yang menghasilkan karya besar dan berguna.
Selasa, 02 Juni 2009
Merdeka dalam Menulis
Baca-Tulis
Bagi Umat Islam keutamaan baca tulis sangat jelas dan nyata dengan diturunkannya ayat-ayat pertama AL Qur’an ( AL ‘Alaq ) yang di dalamnya berisi perintah membaca. Dalam penjelasan ayat-ayat tersebut juga disebutkan bahwa Allah SWT mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.Mukji’zat Rasulullah SAW yang terbesar dan terdahsyat adalah AL Qur’an, Kitab ( ‘buku’ ) Suci Umat Islam yang menjadi tuntunan hidup manusia. Dengan membaca AL Qur’an tentunya kita akan mengetahui isinya, dengan melaksanakan ( menuliskan dengan perbuatan ) isi AL Qur’an, kita akan merasakan manfaatnya.
Menyampaikan kandungan AL Qur’an ( walaupun hanya satu ayat ) merupakan kewajiban setiap muslim Menyampaikan (dakwah) melalui tulisan tentu saja sangat mulia, sehingga tidak berlebihan apabila ada penyair dan atau penulis yang menganggap : “Menulis adalah Berbagi Hidup”
Cita-cita : “Menjadi Seorang Penulis !” Why Not ?
Sejak SD kita semua (beberapa orang bahkan sebelum masuk SD) sudah bisa menulis dan membaca, itulah modal utama untuk menjadi Penulis. Cita-cita dan kesungguhan dalam menggapainya barangkali hanya itulah tambahan yang dibutuhkan untuk menjadi Penulis yang berhasil.“Menulis itu Elegant”, demikian kata Andrea Hirata, penulis Serial ‘Laskar Pelangi’. JK. Rowling, penulis Serial “Harry Potters”, saat ini masuk jajaran wanita terkaya di Britania, sempat mengalami hidup susah di usianya yang ke-40 an dan masuk dalam daftar penerima tunjangan sosial dari pemerintahnya ( BLT barangkali kalo di Indonesia ). Banyak Penulis yang me-motivasi dan meng-ispirasi pembacanya sehingga merubah hidup baik penulis maupun pembacanya.
Tak ada salahnya bila bercita-cita menjadi Penulis, karena menjanjikan masa depan dan yang lebih utama Menulis adalah pekerjaan yang mulia.
Writing Without Teachers (Peter Elbow)
Mengarang Itu Gampang (Arswendo)
Menyadari pentingnya dan keutamaan dalam menulis akan menimbulkan minat untuk menulis, selanjutnya marilah kita mulai menulis.Mengarang Itu Gampang (Arswendo)
Banyak orang yang enggan untuk menulis atau ogah dan menyerah duluan ketika diminta menulis karena dibelenggu oleh aturan-aturan soal tata bahasa, tanda baca, dan ejaan yang benar. Melalui “Writing Without Teachers” yang diterjemahkan menjadi “Merdeka dalam Menulis”, Peter Elbow memberikan pemahaman baru dalam menulis yakni menulis bebas. Bebas dari segala aturan yang seringkali menjadi pemasung gerak dalam menulis. Inti dari 'ajaran' Elbow adalah menulis terus menerus. Pokoknya tulis saja apa yang ada dalam pikiran. Jangan pedulikan dulu soal ejaan, tanda baca, tata bahasa, dan tetek bengek lain. Tulis saja apa yang terlintas dalam pikiran. Bahkan ketika tidak ada yang terpikirkan, tidak ada ide, Elbow menyarankan Tulis saja : "Saat ini tidak ada yang terpikirkan di otak saya. Saya blank. Tapi saya harus terus menulis. Menulis saja terus…”
Buku Catatan Harian ( Diary ) menjadi penting dan sangat berguna bagi penulis. Setiap kejadian penting atau menarik langsung dituliskan. Ketika mendapatkan ide maka langsung saja dituliskan sebelum ide tersebut hilang atau tergantikan dengan ide yang lain tanpa tertuliskan. Banyak Diary yang menjadi sumber utama Buku Autobiographi, Inspirasi untuk menulis, atau menjadi sebuah Novel (Beijing Doll adalah sebuah Novel dari Diary penulisnya : Chun Sue ).
“Jangan hanya membaca. Kalau saat itu sudah mencoba mengarang, pasti lain halnya. Untuk yang terakhir ini saya percaya penuh. Cobalah mengarang sekarang juga, jangan menunggu dua puluh tahun lagi. Jangan menunggu dua hari lagi. Sekarang juga Tutup buku ini, dan mulai (mulailah menulis/mengarang @red),“ begitu tulis Arswendo dalam pengantar edisi kedua buku “Mengarang Itu Gampang”.
‘Merdeka dalam Menulis’ dengan ajarannya ‘menulis terus-menerus’ juga akan menghilangkan hambatan lainnya dalam menulis yakni : ‘Ide tulisan’. Tulisan tidak harus berasal dari ide yang besar. Mulailah dengan yang ada di sekitar kita karena apapun bisa menjadi ide sebuah bahkan beberapa tulisan. Ibu-ibu dapat menuliskan resep makanan dan cara mengolahnya, bapak-bapak dapat menuliskan resep umpan jitu dan teknik memancing yang baik, misalnya dsb. ( Tentang ide, penulis cukup kaget bahwa Royalti yang paling banyak menghasilkan uang adalah : Royalti dari Clip (penjepit) ).
So..., Tunggu apa lagi ?, mulailah membuat tulisan !
Selasa, 26 Mei 2009
Topeng ( Dongen Sunda )
Topeng Wasiat
Kacarita di lembur Dukuh Gembrong aya jajaka umur 20 taunan ngaranna Durja, dedegna hade rupa sampe, pangabisa loba : pinter volly, maenbal, jeung sok ngalatih silat. Ngan lain kulantaran eta manehna kakoncara teh tapi ku kalakuanana nu sok ngarasula jeung murukusunu bae, cawadan, jeun kurang narimakeun.
Mun meunang kasusah sok komo musibah mah, manehna bakal nyarita ka unggal jelema, tara pisan batur ningali atawa kabejakeun manehna meunang kabungah. Waktu Dukuh Gembrong eleh dina Final Volly ku Dukuh Reungit pajar teh ‘Kuduna mah urang teh juara I mun kuring teu keur nyareri awak mah’ . Waktu manehna dibere duit Rp. 5000 ku semah nu nanyakeun jalan, pajar teh lima rebu perak mah teu mahi roko sabungkus-bungkus acan bari jeung duit na geus beak dipake jajan.
Lantaran kalakuanana jeung bawaanana ngarasula jeung murukusunu bae, ceuk nu gede wadul mah : ‘ langit caang lenglang oge mun datang Si Durja mah sok ngadadak ceudeum’, tungtungna sa Dukuh Gembrong mere landihan ‘Muram’ ka Kang Durja , jadi katelahna ‘ Kang Muram Durja’.
Lila-lila Durja ngarasa aya nu salah dina dirina : babaturanana kabeh geus rarumah- tangga padahal loba nu sahandapeun manehna boh dina dedegan, kabisa, atawa harta, tapi naha manehna bebene oge teu boga. Tengah peuting Durja tepekur : ‘Duh Gusti, pasihan abdi pitunjuk jalan’.
Isuk-isuk rebun subuh manehna geus beberengkes mawa pakean, mawa beas sacukupna jeung duit saayana, tekadna geus buleud : ‘Deuk mondok, guguru ka Ki Harepan di Padepokan Dukuh Hurip !’.
Ki Harepan nu kakoncara ‘weruh sadurung winara’, surti kana kaayaan Durja, Durja di bere Topeng Wasiat. Mun Durja make topeng eta, rarayna cahayaan, panonna cahayaan, lambeyna imut bae matak resep saha bae nu ningali teu kolot teu budak.
Wasiat Ki Harepan : ‘ Manusa hirup di dunya teh ukur ngumbara, tugasna mung ibadah ka Gusti Allah, kudu akur jeung sasama, handap asor hade basa!’.
Tilu bulan lilana Durja mondok di Padepokan Dukuh Hurip. Bulan kahiji Durja asa kasiksa make topeng tea, isuk-isuk dipake, peuting dibuka. Bulan kadua mulai biasa malah mah peuting oge topeng teh tara dibuka. Bulan katilu topeng malah teu bisa dibuka tetela geus ngahiji sakulit sadaging jeung Durja.
Balik ka lemburna, Durja jadi robah pisan, ringkak paripolahna pikaresepeun, basana pikaresepeun, raray na pikaresepeun nu ningali. Kabeh wanoja lengoh pada hayang Durja jadi carogena, pon kitu deui kolot-kolotna pada hayang Durja jadi minantuna. Teu kolot teu budak kabeh raresepeun ka Durja. Durja ti lembur Dukuh Gembrong jadi pamuda idaman sarerea.
Teu kungsi sataun ti harita Durja meunang bagja ngajodo jeung kembang desa Dukuh Hurip anak samata wayang Kapala Desa. Lima taun rumah tangga Durja munggah haji jeung bojona. Sanggeus munggah Haji ngaranna ganti lain Durja tapi jadi H. Moh. Maman Idaman Ceria, sapopoena katelah ‘Kang Maman Ceria’.
Cag, dongeng ti Emang sakitu heula, mudah-mudahan tiasa patepang dangu deui !
Rancaekek, Ramadhan 1429H
Kopehan (Catatan):
- Dedeg hade rupa sampe = gagah dan tampan
- Ngarasula = mengeluh ; Murukusunu = cemberut/muka kusut
- Bebene,kabogoh = pacar/kekasih; kakoncara = terkenal ; tepekur = merenung
-Rebun Subuh, ibun = pagi hari saat cuaca masih berembun
-Weruh sadurung winara = mengerti sebelum terjadi ; surti=tahu/mengerti
-Handap asor = merendah diri / tidak sombong
-Sakulit sadaging = menyatu
-Bagja = kebahagiaan ( Bagja lir ibarat kagunturan madu kaurugan menyan bodas)
Senin, 27 April 2009
Cerpen "Gapura"
Gapura
“..maka, atas musyawarah bersama kita sepakat Bpk. Ir. Rama Aditya untuk menjadi Ketua Panitia Pembangunan Gapura,” kata pembawa acara rapat warga Perum. Gritara mengumumkan diiringi tepuk tangan sebagian besar peserta rapat.
Mendengar kata Gapura dan namaku disebut, tiba-tiba saja ingatanku melayang 20 tahun lalu ketika baru lulus dari SMA di desa :
'Gada-gada', demikian semua orang dikampungku menyebut Gapura Desa yang menjadi pembatas antar desa.
Gada-gada menjadi tempat paling umum untuk membuat janji bertemu, menjemput tamu, atau sanak saudara dari jauh yang akan berkunjung. Orang-orang yang akan bepergian atau anak-anak yang akan berangkat sekolah biasanya menunggu di gada-gada untuk kemudian naik mobil colt buntung yang akan membawanya ke Dayeuh 1 atau tempat tujuan lainnya.
“Kang, aku dapat menunggu sampai kapanpun akang kembali dari kota, tapi abah dan emak tak akan mengijinkanku untuk tidak menikah sampai 2 tahun lagi,” Sinta mengatakan itu 20 tahun yang lalu di gada-gada saat aku akan berangkat ke Bandung untuk kuliah.
“Apakah akang tidak benar-benar mencintaiku ?,” lanjutnya lagi, sambil tak kuasa membendung air mata yang mengalir deras hingga membasahi kerudung putih yang dikenakannya.
Malam Ahad sebelumnya ketika aku berkunjung ke rumahnya dan seperti biasa Abah yang akan menemaniku ngobrol sementara Sinta hanya mengantarkan minuman dan kue-kue untuk kemudian duduk bersama Emaknya mendengarkan dari tempat yang terhalang lemari bufet 2.
“Nak Rama, rasanya Abah dan Emak akan sulit menolak orang yang datang melamar Sinta bila tahun ini Nak Rama tidak meminangnya, apalagi sekarang Nak Rama akan berangkat ke kota untuk waktu yang cukup lama,” kata Abah, ayahnya Sinta, mengingatkan agar orantuaku segera melamar Sinta.
Aku tak kuasa menjawab pertanyaan Sinta maupun menjelaskan kepada orangtuanya bahwa aku benar-benar mencintai Sinta, namun hasrat untuk menggapai cita-citaku juga tak dapat kukubur.
Tahun ke -3 berada di Bandung aku mendengar Sinta menikah. Tiga tahun berikutnya, beberapa hari menjelang Wisuda aku bertemu Sinta dan suaminya,
“Rama, setelah wisuda segeralah menikah, punya banyak anak, dan berbahagia seperti kami yang kini sudah punya 2 putra”, kata Sinta penuh ceria, tulus, dan nampak mesra dengan suaminya.
“Kami persilahkan Pak Rama untuk memberikan sambutan sebagai Ketua Panitia Pembangunan Gapura, sekaligus mungkin langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam merealisasikan Pembangunan Gapura”, pembawa acara menyadarkanku dari kenangan masa lalu.
“Insya Allah, kami panitia akan berusaha semaksimal mungkin mewujudkan keinginan warga dan menjaga amanah yang diberikan”, demikian pada akhir sambutanku.
Kemudian aku menambahkan dalam hati, ‘....juga demi gada-gada dan Sinta yang telah membuka sedikit saja gerbang pemahaman tentang cinta dan cita-cita’
Rancaekek, April 2009
=========1. Dayeuh = alun-alun, pusat kota
2. Lemari Bupet = lemari hias yang berfungsi sebagai penyekat ruangan
Langganan:
Postingan (Atom)