Senin, 27 April 2009

Cerpen "Gapura"

Gapura

“..maka, atas musyawarah bersama kita sepakat Bpk. Ir. Rama Aditya untuk menjadi Ketua Panitia Pembangunan Gapura,” kata pembawa acara rapat warga Perum. Gritara mengumumkan diiringi tepuk tangan sebagian besar peserta rapat.
Mendengar kata Gapura dan namaku disebut, tiba-tiba saja ingatanku melayang 20 tahun lalu ketika baru lulus dari SMA di desa :

'Gada-gada', demikian semua orang dikampungku menyebut Gapura Desa yang menjadi pembatas antar desa.
Gada-gada menjadi tempat paling umum untuk membuat janji bertemu, menjemput tamu, atau sanak saudara dari jauh yang akan berkunjung. Orang-orang yang akan bepergian atau anak-anak yang akan berangkat sekolah biasanya menunggu di gada-gada untuk kemudian naik mobil colt buntung yang akan membawanya ke Dayeuh 1 atau tempat tujuan lainnya.
“Kang, aku dapat menunggu sampai kapanpun akang kembali dari kota, tapi abah dan emak tak akan mengijinkanku untuk tidak menikah sampai 2 tahun lagi,” Sinta mengatakan itu 20 tahun yang lalu di gada-gada saat aku akan berangkat ke Bandung untuk kuliah.
“Apakah akang tidak benar-benar mencintaiku ?,” lanjutnya lagi, sambil tak kuasa membendung air mata yang mengalir deras hingga membasahi kerudung putih yang dikenakannya.
Malam Ahad sebelumnya ketika aku berkunjung ke rumahnya dan seperti biasa Abah yang akan menemaniku ngobrol sementara Sinta hanya mengantarkan minuman dan kue-kue untuk kemudian duduk bersama Emaknya mendengarkan dari tempat yang terhalang lemari bufet 2.
“Nak Rama, rasanya Abah dan Emak akan sulit menolak orang yang datang melamar Sinta bila tahun ini Nak Rama tidak meminangnya, apalagi sekarang Nak Rama akan berangkat ke kota untuk waktu yang cukup lama,” kata Abah, ayahnya Sinta, mengingatkan agar orantuaku segera melamar Sinta.
Aku tak kuasa menjawab pertanyaan Sinta maupun menjelaskan kepada orangtuanya bahwa aku benar-benar mencintai Sinta, namun hasrat untuk menggapai cita-citaku juga tak dapat kukubur.
Tahun ke -3 berada di Bandung aku mendengar Sinta menikah. Tiga tahun berikutnya, beberapa hari menjelang Wisuda aku bertemu Sinta dan suaminya,
“Rama, setelah wisuda segeralah menikah, punya banyak anak, dan berbahagia seperti kami yang kini sudah punya 2 putra”, kata Sinta penuh ceria, tulus, dan nampak mesra dengan suaminya.

“Kami persilahkan Pak Rama untuk memberikan sambutan sebagai Ketua Panitia Pembangunan Gapura, sekaligus mungkin langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam merealisasikan Pembangunan Gapura”, pembawa acara menyadarkanku dari kenangan masa lalu.
“Insya Allah, kami panitia akan berusaha semaksimal mungkin mewujudkan keinginan warga dan menjaga amanah yang diberikan”, demikian pada akhir sambutanku.
Kemudian aku menambahkan dalam hati, ‘....juga demi gada-gada dan Sinta yang telah membuka sedikit saja gerbang pemahaman tentang cinta dan cita-cita’

Rancaekek, April 2009
=========
1. Dayeuh = alun-alun, pusat kota
2. Lemari Bupet = lemari hias yang berfungsi sebagai penyekat ruangan